Jumat, 10 Juli 2009

Rahmat


Dalam suatu acara berkenaan dengan pelaksanaan aqikah, bpk. Drs. Dallih Effendi menjelaskan bahwa ada 2 hal yang diterima manusia sebagai karunia dari Allah SWT. Yaitu rahmat dan nikmat. Rahmat menurut beliau adalah suatu pemberian Allah kepada hambanya yang harus disikapi baik baik oleh si hamba sebab jika tidak maka rahmat itu akan menjadi petaka. Beliau memberi contoh salah satu rahmat itu adalah, anak.

Anak adalah karunia atau pemberian allah SWT yang harus disikapi dengan baik, dijaga, dipelihara, dipenuhi kebutuhannya dengan rizki yang halal, dididik dengan pendidikan agama dan pengetahuan dunia, dan lain-lain, sebab jika tidak maka anak akan menjadi berbalik menyulitkan orang tuanya bahkan sering terjadi anak melukai bahkan membunuh orang tuanya hanya karena hal yang sepele. Dan kewajiban terhadap anak tidak hanya akan dituntut oleh anak selama di dunia namun juga akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Jadi anak adalah pemberian Allah yang harus disikapi dengan baik. Dengan pula halnya dengan jodoh atau istri, jika tidak dipenuhi segala keperluannya yang merupakan kewajiban seorang suami, maka istri akan kehilangan haknya dan tidak dapat menjalankan tugas atau kewajibannya sebagai istri yang baik. Istri yang tidak mendapat ksih sayang, perhatian dari suami akan jauh dari mendatangkan kedamaian dalam keluarga. Maka istri juga pemberian Allah SWT yang harus kita sikapi dengan baik agar dapat menjadi suatu nikmat.

Yang kedua, pemberian Allah SWT itu yang dinamakan sebagai nikmat, pemberian ini dapat langsung dinikmati, seperti mata dengannya kita dapat melihat, telinga dengannya kita dapat mendengar kaki dengannya kita dapat berjalan, tangan dengannya kita dapat memegang, lidah dengannya kita dapat merasakan rasa, dan lain-lainnya. Namun itu semua jika kita tidak menggunakannya dengan benar akan dikurangi bahkan dicabut darinya.

Masih dalam acara yang sama beliau juga menjelaskan bahwa jiwa setiap anak yang lahir itu tergadai sehingga dikurbankan seekor hewan (kambing) untuk anak yang lahir adalah perempuan atau dua ekor hewan (kambing) jika yang lahir adalah seorang bayi laki-laki.

Namun demikian hendaklah kita jangan berlebihan di dalam kecintaan kita terhadap anak, jangan sampai kita melakukan perbuatan tercela hanya untuk memenuhi kecintaan kita terhadap anak hingga melupakan larangan syara. Sekarang sering kita dapati banyak orang melakukan kejahatan dengan alas an untuk membahagiakan anak dan istri. Saya teringat pada kisah nabi Ibrahim as. Mengapa beliau mendapat ujian yang begitu berat. Yaitu perintah menyembelih anaknya sendiri. Mengapa demikian ? dibalik kisah itu ada suatu pelajaran yang mengandung hikmah yang sangat besar. Namun pada intinya adalah perintah Allah SWT untuk menyembelih nabi Ismail itu ada yang menafsirkan sebagai ujian Allah, sejauh mana kecintaan nabi Ibrahim terhadap anaknya, apakah kecintaannya terhadap anaknya itu lebih besar terhadap kecintaannya terhadap Allah?. Namun ketika nabi Ibrahim tetap menjalankan perintah itu yaitu mmenyembelih Ismail, maka pada saat itulah terbukti bahwa betapa besarpun kecintaan Ibrahim ternyata masih lebih besar cintanya kepada Allah SWT.
Inilah pelajaran yang hendaknya dapat kita ambil. Bahwa kecintaan kita terhadap anak dan istri hendaknya jangan mengalahkan cinta kita terhadap Allah SWT.


Selengkapnya...

Sabtu, 13 Juni 2009

Keutamaan Ilmu


Menindaklanjuti tulisan saya sebelumnya yang berkaitan dengan ilmu, maka untuk kesekian kalinya tulisan ini mengutif beberapa sabda Rasulullah SAW berkaitan dengan ilmu dan keutamaan bagi pemiliknya atau orang yang gemar menuntut ilmu. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa menuntut ilmu adalah hal yang wajib dalam Islam, tak terbatas oleh tempat yang jauh tak terbatas pula oleh usia yang semakin senja. Menuntut ilmu tidak mesti di bangku sekolah atau kampus perkuliahan. Namun dari berbagai sumber dan media dapat kita jadikan sebagai sarana untuk memperoleh ilmu, namun demikinan hendaknya kita mempunyai panutan atau guru untuk berkonsultasi ketika mendapati suatu keraguan.

Dalam suatu hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurirah ra, nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa berjalan untuk keperluan ilmu, maka Allah SWT membimbingnya ke jalan surga. Dan sesungguhnya orang ‘alim itu dimintakan ampunan oleh segenap makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai kepada seluruh ikan–ikan yang ada di lautan., dan sesungguhnya para ulma itu adalah pewaris para nabi”.
Dalam hadis lain nabi bersabda:
“Barangsiapa duduk di sisi seorang yang ‘alim dua saat saja atau makan makan bersamanya dua suapan atau mendengarkan perkataannya du kata atau berjalan bersamanya du langkah, maka Allah SWT memberikan kepadanya dua surga, yang tiap surga (luasnya) dua kali dunia”.
Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah SAW bersabda:
“Para ‘ulama itu mempunyai kelebihan tujuh ratus derajat di atas derajat orang-orang baeriman, yang antara tiap-tiap dua derajat sejauh perjalanan lima ratus tahun”.
Diterangkan bahwa ilmu itu lebih utama dari pada amal, dilihat dari lima segi, yaitu:
1. ilmu tanpa amal tetap ada, sedangkan amal tanpa ilmu tidak akan terlaksana.
2. ilmu tanpa amal tetap bermanfaat, sedangkan amal tanpa ilmu tidak akan bermanfaat.
3. amal bersifat tetap/pasif, sedangkan ilmu bersifat aktif bersinar bagaikan lampu.
4. ilmu adalah perkataan para nabi
5. ilmu adalah sifat Allah SWT sedangkan amal adalah sifat para hamba, sifat Allah SWT lebih utama dari pada sifat hamba.

Orang bijak berkata: kata ilmu itu terdiri dari tiga huruf: ‘ain, laam, dan miim. Huruf ‘ain singkatan dari kata ‘illiyyiin (derajat yang tinggi), huruf laam singkatan dari kata lathiif (halus,pemurrah, tenang), dan huruf miim singkatan dari kata mulkun (kerajaan). Maka huruf ‘ain dari kata ilmu dapat menyampaikan pemiliknya kepada derajat yang tinggi. Huruf laam dari kata ilmu dapat menjadikan pemiliknya halus, pemurah, dan tenang dan huruf miim dari kata ilmu dapat memungkinkan pemiliknya menjadi raja bagi para rakyat”.

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa nabi SAW masuk ke pintu masjid dan beliau melihat ada setan di tepi pintu itu. Nabi bertanya kepada setan tersebut: “hai iblis, apa yang sedang engkau lakukan disini?”. Setan menjawa:”saya hendak masuk ke dalam masjid dan akan mengganggu sholatnya orang ini, tetapi saya takut kepada orang yang sedang tidur didekatnya.”. nabi bertanya kembali:’hai iblis, mengapa engkau tidak takut kepada orang yang sedang sholat yang sedang beribadah dan bermunajat kepada Allah tetapi engkau malah takut kepada orang yang sedang tidur sedang ia dalam keadaan lalai,” . setan menjawab:”orang yang sedang sholat itu bodoh dan mudah diganggu, tetapi yang sedang tidur itu adalah orang ‘alim, sehingga jika saya berhasil mengganggu orang yang sedang sholat itu dan menjadikan sholatnya batal, saya khawatir jika orang alim itu terbangun dan segera membetulkan sholat orang tersebut.”

Dan dalam riwayat lainnya diceritakan”
“Apabila telah datang hari qiamat maka didatangkanlah empat golongan manusia di sisi pintu surga tanpa melewati hisab dan siksa, mereka itu adalah:
1. orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya
2. seorang haji yang sewaktu menunaikan ibadah haji tidak melakukan kerusakan (yang membatalkan haji)
3. orang mati syahid yang terbunuh dalam peperangan
4. orang dermawan yang mengusahakan harta halal dan membelanjakannya di jalan Allah tanpa riya.
Mereka saling berebut agar dapat memasuki surga lebih dahulu. Maka Allah swt mengutus Jibril agar supaya mengatur mereka.
Pertama Jibril bertanya kepada orang yang mati syahid. Dengan pertanyaan:”apa yang telah engkau perbuat di dunia sehingga engkau mau masuk surga yang paling pertama kali?. Dia menjawab:”saya telah terbunuh dalam peperangan karena mencari keridhoan dari Allah”. Jibril bertanya kembali:”dari siapa engkau mendengar tentang pahala orang yang mati syahid?”. Dia menjawab:”dari para ulama”. Kata Jibril:”jagalah kesopanan, jangan engkau mendahului gurumu yang telah mengajar engkau”. Kemudian Jibril mengangkat kepalanya kea rah orang yang berhaji dan seraya bertanya seperti pertanyaannya yang pertama, dan demikian juga kepada si dermawan juga dengan pertanyaan yang sama. Lalu orang ‘alim itu berkata:”Tuhanku, tidaklah aku bias menghasilkan ilmu kecuali dengan sebab sifat kasih dermawan dan kebaikan orang yang dermawan”. Maka Allah SWT berfirman:” telah benar kata orang ‘alim itu, hai Ridwan (malaikat penjaga pintu surga) bukalah pintu-pintu surga agar supaya orang yang dermawan itu masuk lebih dahulubaru kemudian yang lainnya menyusul”.
(Misykaatul Anwaari)

“ wafatnya orang ‘alim itu laksana hancurnya alam”


Selengkapnya...

Kamis, 21 Mei 2009

Balasan bagi Pendidik


Islam sebagai agama yang hanif ini telah menyambut orang-orang yang mau melaksanakan tugas mendidik tunas muda umat dengan sambutan yang baik dan mulia. Allah akan memberikan limpahan rahmat dan curahan nikmat dengan menjadikan pahala yang akan ia terima tak putus-putus bahkan sampai ia menjadi penghuni alam kubur sekalipun.

Nikmat semacam ini tak akandapat diperoleh kecuali oleh mereka yang telah diberi petunjuk oleh Allah SWT. tak ada yang dapat mereguk dari mata air nikmat ini kecuali mereka yang beruntung.
Mengapa demikian ? sebab mereka yang dikaruniai Allah dengan kehadiran anak-anak dan melaksanakan kewajiban yang telah diperintahkan Allah dalam mendidik mereka dengan baik dan benar maka ia akan menghasilkan keturunan yang shaleh, menjaga hak-hak Allah maupun hak-hak masyarakat. Jika demikian segala perbuatan baik yang ia lakukan hingga ia mencapai derajat yang tinggi dalam ketaqwaan, akan ditulis untuk kedua orang tua sama dengan pahala amal ibadahnya. Begitu pula sebaliknya (jika ia jahat maka akan dituliskan pula amalan jahat itu untuk kedua orang tuanya tadi).
Tak hanya itu sekalipun kedua orang tua telah tiada pahala akan terus ia dapatkan dari amal shaleh anak mereka yang diperuntukkan kepada mereka, berupa sedekah doa dan lainnya. Hal ini didasarkan kepada al-Qur’an dan sunnah. Firman Allah SWT dalam surat Yaa siin :12

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Anak adalah hasil jerih payah orang tuanya. Allah menjadikan orang tua sebagai sebab bagi kelahiran anak. Karena itu dituliskan untuk kedua orang tua apa yang telah dikerjaka anak-anak mereka berupa pahala amalnya. Inilah penafsiran para ulama tafsir (tafsir ibnu katsir:3/572)
Penafsiran ini dikuatkan oleh hadits shahih:
“barangsiapa yang mempelopori perbuaan baik maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang itu sendiri sedikitpun.”

Memberikan pendidikan, ilmu dan adab yang terbaik jelas merupakan kepeloporan yang baik, inilah yang akan bermanfaat baginya setelah ia meninggal nanti. Apabila anak-anaknya nanti menjadi orang-orang yang shaleh sudah tentu mereka tidak akan melupakan hak kedua orang tua mereka setelah berpulang ke rahmatullah. Mereka akan bersedekah dan berdoa untuk mereka juga memperhatikan hak Allah dalam hal berbuat baik pada kedua orang tua mereka.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan :
“apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmunya yang dimanfaatkan orang dan doa anak yang shaleh untuknya.”

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari nabi SAW:
“akan ada nanti seseorang yang ditinggikan derajatnya di syurga hingga ia bertanya keheranan, “atas dasar apa ini?”maka dikatakan padanya;”semua ini karena anakmu yang memohon ampun untukmu.”

Ibnu berkomentar, “ barangsiapa yang meremehkan pendidikan anak dan membiarkannya terombang ambing berarti ia telah melakukan kesalahan terbesar. Kebanyakan anak-anak rusak karena orang tua mereka yang tidak memperdulikan mereka, dengan tidak mengajarkan kepada mereka kewajiban-kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Ini sama artinya menyesatkan anak-anak pada waktu kecil, sehingga tak dapat memberi manfaat untuk diri mereka sendiri juga untuk kedua orang tua mereka nanti ketika mereka telah dewasa. Inilah yang menyebabkan seseorang berkata kepada ayahnya,

“ayah, engkau telah mendurhakaiku ketika aku masih kecil, maka sekarang aku mendurhakaimu ketika aku telah dewasa. Engkau telah menyia-nyiakanku pada masa kecilku, maka akupun menyia-nyiakanmu pada masa tuamu.”

Sumber: kulihat syurga di rumahku, Dr. Muhammad Abdurrahman Syamilah al-Ahdal,h.341


Selengkapnya...